Mau Lari Ke Mana?
Halo teman-teman Pemuda GRII BSD!
Halo Pemuda kali ini menyapa salah seorang teman kita. Ia adalah seorang pemudi yang lahir 28 tahun lalu di Bandung pada tanggal 22 Februari dan diberi nama Tiffany Alexandria oleh orangtuanya. Tiffany lahir di keluarga Kristen. Ia memiliki seorang kakak perempuan yang berusia 6 tahun lebih tua darinya. Ia mengenyam pendidikan hingga SMA di salah satu sekolah Kristen di Bandung. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung dengan mengambil program studi Kimia Murni. Ternyata tangan Tuhan bekerja pada Tiffany dan menyentuhnya ketika ia berada di bangku kuliah dan membawa dia untuk benar-benar percaya pada Yesus.
Kurangnya Penerimaan Lingkungan
Sejak kecil Tiffany sudah dibawa ke gereja oleh orang tuanya. Namun, saat itu belum ada pemahaman mengenai dasar-dasar iman Kristen, misalnya tentang keselamatan. Saat Tiffany memasuki jenjang SMP, ia dan keluarganya pindah ke satu gereja dan bergabung dalam Care Group. Dalam Care Group tersebutlah ia kenal dasar-dasar iman Kristen, mengenai keselamatan yang dibahas dengan cara yang baru, menarik, mendalam dan komprehensif berbasis teologi Reformed. Hal ini membuatnya sangat antusias mempelajari iman Kristen. Sayangnya, pengetahuan kekristenan yang ia miliki menjadikannya sombong dan mulai bersikap menggurui atau mendebat teman-teman sekolah yang memiliki pemahaman berbeda mau pun kurang sesuai dengannya. Akibatnya, ia dijauhi dan dianggap sebagai “musuh angkatan” dan diperlakukan cukup harsh oleh teman seangkatannya.
Sebelumnya, Tiffany merasa “menderita karena kebenaran”. Namun, pengalaman dimusuhi, diperlakukan cukup harsh oleh teman seangkatan, dan beberapa pengalaman penolakan lain yang pernah dirasakan Tiffany mengubahnya menjadi seseorang yang sangat mencari penerimaan diri. Pada saat SMA, ia meninggalkan pelayanan dan kegiatan-kegiatan Kristen. Ia melakukan berbagai hal agar bisa diterima teman-temannya mulai dari belajar cara-cara untuk berkomunikasi, mengikuti gaya hidup, cara berpenampilan, dan berperilaku seperti teman-temannya. Bahkan saat itu Ia berpacaran hanya demi mengikuti tren. Ironis, pacarnya saat itu adalah seorang agnostik.
Tiffany berhasil mendapatkan yang ingin ia kejar, penerimaan dari teman-temannya. Tampaknya, ia sudah lebih bisa membaur dan memiliki kehidupan yang normal. Dibalik semua yang berhasil dicapai, ada kekacauan hidup yang dihadapinya; nilai sekolah hancur, relasi buruk dengan keluarga, tidak bergereja lagi, mempertanyakan Tuhan, merasakan kekosongan yang amat dalam, dan sering mimpi buruk seperti sedang dikejar-kejar sesuatu.
Tuhan Tak Pernah Melepaskan Genggaman Tangan-Nya
Pergumulan Tiffany berlanjut hingga ia kuliah. Kehidupan yang kosong membuatnya putus asa. Kala itu adalah masa orientasi mahasiswa baru di kampusnya dan ada mentor agama Kristen yang berusaha menjangkaunya, sebut saja mentor S. Kerap kali Tiffany melontarkan pertanyaan-pertanyaan tentang kekristenan kepada mentor S, mentor S tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Oleh karena itu, ia tidak mau mendengarkan apa pun yang dikatakan oleh mentor tersebut. Tiffany masih sangat sombong.
Tuhan mempertemukan Tiffany dengan seorang mentor lain, sebut saja mentor W. Mentor W menjangkau Tiffany dengan cara lain; menawarkan diri menjadi tutor pelajaran kuliah. Tiffany menerima tawaran tersebut. Saat belajar, rupanya perbincangan mereka justru tentang Tuhan. Mentor W bisa menjawab banyak pertanyaan Tiffany tentang Tuhan. Sejak saat itu, Tiffany mulai merasa gelisah dan memikirkan terus apa yang telah diperbincangkan dan mulai berpikir dalam hati, “Apa aku yang salah ya selama ini?”. Akhirnya, Tiffany didorong mentor W untuk memutuskan ikut kelompok pemuridan (semacam KTB) di salah satu lembaga pelayanan binaan kampus. Keputusan yang diambil tentu saja setelah melalui proses panjang dalam tuntunan Tuhan, karena saat itu Tiffany belum percaya Tuhan. Ia hanya berpikir bahwa harus kembali ke Tuhan.
Proses Pembelajaran dari Tuhan
Memulai perjalanan iman tanpa mempercayai Tuhan adalah hal yang sangat sulit. Namun, inilah permulaan perjalanan Tiffany. Dalam pergumulannya mempertanyakan Tuhan, dengan hati yang berat Ia mulai bergereja lagi, membaca Alkitab, saat teduh, dan berusaha mematuhi semua perintah Tuhan. Walau terasa berat bagi Tiffany, Ia tidak sendirian. Ada banyak pihak yang suportif dan terus menemani perjalanannya yang sulit antara lain mentor W -mentor baru- , teman-teman persekutuan, dan gereja.
Pergumulan Tiffany adalah bahwa ia merasa Tuhan itu jahat dan tidak adil. Ia bertanya-tanya, “Mengapa IA menciptakan orang yang tidak dipilih-Nya di dunia ini?”. IA bisa saja mencegah hal itu. Tiffany selalu percaya bahwa Tuhan Yesus datang ke dunia dan menyelamatkan umat pilihan-Nya. Namun, ia meyakini bahwa ia bukanlah salah satu di antaranya. Karena, di dalam seorang umat pilihan yang dilahirbarukan tentu akan ada Roh Kudus. Sehingga ketika ia berdosa, maka akan merasa bersalah. Namun, Tiffany sering kali berdosa tanpa merasa bersalah. Ia merasa bebannya berat sekali dalam mengikut Tuhan dan merasa tidak akan sanggup untuk setia pada Tuhan.
Ada dua bagian firman Tuhan yang membuat Tiffany lebih tenang dan yakin untuk tetap melangkah walau ia merasa tidak sanggup. Ia juga masih memiliki berbagai pertanyaan dibenaknya dan percaya bahwa suatu saat pasti akan Tuhan jawab. Berikut adalah firman Tuhan itu;
Selama tiga bulan ikut kelompok pemuridan, ada hal yang menjadi doanya “Tuhan, aku meminta agar Tuhan membuatku merasakan kasih Tuhan”.
Suatu hari, ia mengalami sakit dan harus beristirahat. Di hari yang sama, tanpa sebab apa pun Mamanya mengeluarkan sebuah dus berisi barang-barang lama di kamarnya. Di antara barang-barang itu Tiffany menemukan sebuah buku catatan NRETC (National Reformed Evangelical Teen Convention) yang ditulisnya saat SMP. Di salah satu bagian tertulis “Seseorang tidak merasa bersalah karena hatinya sudah terpolusi oleh dosa”. Itu adalah kalimat sederhana, namun justru menjawab pertanyaan yang selama ini ia gumulkan. Saat itu, ia merasakan kasih Tuhan dan menjadi yakin bahwa Tuhan menyelamatkannya. Ia menyerahkan diri dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
Setelah menerima Kristus di dalam hatinya, beban-beban yang tadinya terasa sangat berat dan seperti rantai yang mengikat seketika hancur. Ada sukacita yang meluap-luap di dalam diri Tiffany. Sejak saat itu ia mulai mau melayani dan membagikan kabar sukacita tentang Injil dan pengalamannya kepada orang lain.
Lihat Sekeliling dan Bagikan Injil-Nya
Perjalan iman Tiffany yang panjang mengingatkan kita akan beberapa hal;
SOLI DEO GLORIA